UU ITE Sebagai landasan Citizen Journalism


 

Latar Belakang Masalah

Seiring perkembangan zaman dan mobilitas masyarakat di negara yang semakin pandai dalam memanfaatkan teknologi jelas membuat dunia ini semakin maju. Di era sekarang pun reformasi akan kebebasan pers benar-benar dijamin dan senantiasa diperjuangkan untuk diwujudkan. Akan tetapi, sejauh ini belum bisa dikatakan tercapai dalam kegiatan jurnalisme karena dapat dilihat dari konstitusi Indonesia yang tidak menjamin tegas kebebasan jurnalistik. Belum lagi peraturan yang bersumber dalam kelembagaan media itu sendiri. Tentu saja hal ini mengikat pada sebuah Lembaga media. Ia harus mengikuti aturan main yang ditetapkan dimana ia bekerja. Disinilah Citizen Journalism yang merupakan corong junalisme online berperan, yang bisa diakses melalui internet oleh siapa saja, masyarakat awam sekalipun, kemudian dimana saja dan kapan saja. Menjadi model ekspresi yang kuat dan alat baru guna mengimbangi pemerintah dan industri atau pihak-pihak besar lainnya.

 

UU ITE sebagai landasan Citizen Journalism

Citizen Journalism sendiri dapat diartikan sebagai proses pengumpulan, penyampaian informasi dari masyarakat yang tidak bisa disebut jurnalis profesional namun dapat menyampaikan informasi ataupun berita kepada khalayak umum. Oleh sebab itu, Citizen Journalism tentu bisa menarik informasi secara instant karena telah berada di tempat kejadian perkara. Faktor inilah yang menyebabkan citizen journalism terus meningkat di setiap negara.

Namun hal inilah yang merugikan pihak jurnalis yang terikat akan perundang-undangan serta berada dalam naungan peraturan kelembagaan media itu sendiri. Maka dari itu regulasi tetaplah dibutuhkan untuk mengawal nilai-nilai kemanusian dalam hubungan antar manusia itu sendiri. Pertama adalah bagaimana pengambil kebijakan mendefinisikan Batasan yang akan dikenai kebijakan.

Pada dasarnya di Indonesia belum ada peraturan perundang undangan yang mengatur spesifik mengenai Citizen Journalism. Pada dasarnya kegiatan jurnalistik untuk diberitakan adalah pekerjaan dari wartawan sebagai pekerja jurnalistik. Menurut Pasal 1 angka 4 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (“UU Pers”), wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Dalam pembuatan berita sendiri, wartawan memiliki pedoman yang salah satunya adalah setiap berita harus melalui verifikasi. Dan dalam menjalankan tugasnya, wartawan mendapat perlindungan hukum (Pasal 8 UU Pers).

 

Dalam praktik Citizen Journalism, walaupun masyarakat umum melakukan praktik jurnalistik, bukan berarti ia adalah seorang wartawan, mereka tidak mendapatkan perlindungan hukum sebagai wartawan atas tindakan pengambilan dan penyebarluasan gambar tersebut. Tindakan tersebut memiliki resiko untuk dapat dituntut atas dasar pencemaran nnama baik sesuai Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Di  sisi  lain,  jika  foto  tersebut  disebarluaskan  ke  media  sosial  di  internet,  ketentuan dalam  Pasal  27  ayat  (3)  UU  No.  11  Tahun  2008  tentang  Informasi  dan  Transaksi Elektronik (“UUITE”) juga dapat diberlakukan: “Setiap  Orang  dengan  sengaja,  dan  tanpa  hak  mendistribusikan  dan/atau mentransmisikan  dan/atau  membuat  dapat  diaksesnya  Informasi  Elektronik  dan/atau Dokumen  Elektronik  yang  memiliki  muatan  penghinaan  dan/atau  pencemaran  nama baik.”Pelanggaran  atas  pasal  ini  diancam  dengan  Pasal  45  ayat  (1)  UUITE  yakni  pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Bisa  dilihat  bahwa  tindak  pidana  pencemaran  nama  baik  yang  diatur  dalam  UU  ITE tidak memiliki pengecualian seperti dalam KUHP. Pengaturan dalam UU ITE memang lebih  tegas  dan  strict. Namun,  tindak  pidana  pencemaran  nama  baik  ini  merupakan delik aduan (Pasal 319 KUHP) yakni, hanya bisa diproses ketika ada pengaduan dari orang yang merasa dicemarkan nama baiknya.

 

Kesimpulan

Citizen Journalism memilki keberadaan yang sangat menguntungkan kepada masyarakat juga pada secara tidak langsung membantuk jurnalis dalam pembuatan dan sumber daripada sebuah berita. Akan tetapi, dalam menanggapi isu jurnalisme online yang menggiring pada pemunuculan opini public dan dikhawatirkan akan menimbulkan reaksi yang bermacam macam; pemerintah selaku badan eksekutif mempunyai peran sentral yang seharusnya didukung. Keberadaan konvergensi media berarti pula kemunculan kemudahan setiap orang untuk mengakses semua hal yang disuguhkan pada media. Pemerintah juga perlu mewaspadai hak-hak setiap pengguna dalam perlindungan dan hak cipta seseorang. Tentunya regulasi berperan dalam melindungi hak cipta seseorang ini, hanya saja regulasi dan bentuk peraturan lainnya juga memayungi apa dan siapa saja berhak mendapatkan lindungan hukum. Batasan mengenai apa saja yang boleh diakses  Batasan  mengenai  apa  saja  yang  boleh diakses dan boleh untuk dipublikasikan dalam media adalah harga yang mutlak untuk ditelaah lebih lanjut lagi. Walaupun sering terngiang istilah freedom of speech namun, tetap saja tidak semua hal boleh diungkapkan dalam media, khususnya isu-isu  yang berkaitan dengan SARA, ataupun hal-hal yang juga tidak jelas kebenarannya.

 

 


Komentar

Postingan Populer